Kinetika Reaksi Pembakaran Energi Alternatif Biogas

Authors

  • Hangga Wicaksono Politeknik Negeri Malang
  • Hilmi Iman F. Politeknik Negeri Malang
  • M. Fakhruddin Politeknik Negeri Malang
  • Bayu Pranoto Politeknik Negeri Malang

Abstract

Pembakaran adalah teknologi konversi energi yang paling banyak dipakai dewasa ini. Besarnya energi yang dapat dibangkitkan dalam waktu yang relatif singkat membuat teknologi pembakaran sulit tergantikan. Berbagai macam aplikasi pembangkit energi dan aplikasi kebutuhan sehari-hari seperti PLTU, PLTG, alat transportasi, dan keperluan memasak masih menggunakan pembakaran. Sedangkan jumlah ketersediaan bahan bakar fosil di alam terbatas dan untuk dapat menghasilkannya lagi diperlukan waktu yang sangat lama. Sumber energi alternatif saat ini dikembangkan sebagai pengganti bahan bakar fosil.Biogas adalah energi alternatif yang dihasilkan dari proses reaksi anaerobic disgestion yang dilakukan oleh bakteri methanogen dengan sampah organik untuk menghasilkan metana (CH4). Sampah organik ini dapat bersumber dari kotoran hewan, kotoran manusia, atau hasil proses lain yang sumber energi asalnya dari fotosintesis tanaman. Proses anaerobic disgestion yang dilakukan oleh bakteri methanogen tidak hanya menghasilkan CH4 pada reaktor penghasil biogas konvensional. Komposisi dari biogas yang dihasilkan pada reaktor konvensional meliputi CH4 (50%-70%), CO2 (30%-40%), H2O (0%-10%), H2S (0,3%), N2 (<2%), H2 (<1%) dan gas-gas lainnya (Teodorita, 2008). Keberadaan karbon dioksida (CO2) pada proses pembakaran­ sejatinya merupakan produk hasil pembakaran. Tingginya kandungan CO2 berpotensi membuat proses pembakaran menjadi tidak efisien. Hal ini dikarenakan CO­2 memiliki nilai kalor spesifik yang tinggi sehingga akan menyebabkan CO2 menyerap sebagian kalor yang dihasilkan pada proses pembakaran. Oleh karena itu temperatur yang dihasilkan pada proses pembakaran yang mengandung CO2sebagai reaktan memiliki besar temperatur yang lebih rendah.Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi pembakaran biogas yang tidak dimurnikan sebelumnya adalah dengan menambahkan banyak oksidator yang tersedia. Dengan adanya kelebihan oksidator diharapkan kandungan bahan bakar terbakar secara menyeluruh tanpa ada sisa bahan bakar yang tidak terbakar. Akan tetapi penambahan oksidator yang terlalu berlebihan juga akan berefek mendinginkan temperatur dari hasil pembakaran. Selain itu semakin besarnya laju aliran massa dari reaktan beresiko menimbulkan terjadinya blow off pada pembakaran.Pada aplikasi pembakaran modern keberadaan CO2 sebagai gas yang terkandung dalam reaktan merupakan hal yang disengaja. Pada pembakaran menggunakan syngas diperlukan sebuah diluent untuk menurunkan resiko terjadinya ledakan. Penggunaan CO2 sebagai zat tambahan mengakibatkan kecepatan rambat api maksimum bergeser pada nilai equivalence ratio yang lebih tinggi yakni pada kondisi yang lebih lean-fuel (Lapalme, 2013). Pada pengamatan bunsen burner, seiring semakin meningkatnya kadar CO2 mengakibatkan penurunan kecepatan rambat api. Resiko terjadinya padamnya api akibat blow off yang terjadi ketika kecepatan aliran reaktan lebih tinggi daripada kecepatan rambat api, akan semakin besar. Hal ini berdampak pula pada konsumsi bahan bakar rata-rata yang semakin kecil jika dibandingkan dengan tidak adanya CO2 pada pembakaran CH4 (Cohe, 2009). Dengan penurunan kecepatan rambat api, maka besar resiko terjadinya ledakan pada tabung reservoir dapat terminimalisir (Janes, 2011). Persentase CO2 lebih dari 47.7% pada pembakaran CH4 dengan udara pada micro combustor akan menyebabkan api tidak dapat menyala. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya persentase CO2 menyebabkan zona bereaksi api yang lebih luas (Bagheri, 2013).Semakin rendahnya temperatur yang dihasilkan pada proses pembakaran berpotensi memperkecil produksi NOx yang merupakan gas berbahaya. Meskipun demikian, dengan adanya CO2 pada sisi reaktan akan meningkatkan resiko terjadinya pembentukan gas carbon monoxide (CO) yang juga berbahaya bagi kesehatan. Tingginya kadar emisi gas CO pada dasarnya merupakan penurunan efisiensi dikarenakan untuk menghasilkan daya yang sama membutuhkan lebih banyak lagi bahan bakar (Amato, 2010).Dalam suatu proses pembakaran bahan bakar terjadi berbagai rantai reaksi kimia. Dengan menggunakan database kinetika reaksi dan aplikasi pengolah metode numeris, berbagai informasi mengenai kinetika reaksi dapat diprediksi. Simulasi numeris merupakan salah satu solusi untuk memecahkan masalah pembakaran. Dengan semakin banyaknya penelitian eksperimental terdahulu yang dapat digunakan sebagai acuan, membuat simulasi numeris saat ini menjadi semakin robust dan hasil dari perhitungannya semakin akurat. Perkembangan teknologi di bidang komputerisasi juga turut menunjang penelitian berbasis simulasi numeris menjadi lebih mudah. Simulasi numeris secara umum dapat menyediakan hasil analisa yang dapat dipertimbangkan dalam waktu yang relatif cepat dan biaya yang jauh lebih terjangkau apabila dibandingkan dengan penelitian berbasis eksperimental. Sehingga hasil dari perhitungan secara numeris dapat dijadikan acuan dalam proses pengkondisian campuran bahan bakar dan oksidator. Pada artikel ini dibahas mengenai  reaksi-reaksi yang berpengaruh dalam pembentukan gas buang pada pembakaran biogas dengan oksidator udara. Komputasi dilakukan dengan menggunakan bantuan dari program Cantera 2.2.1 (Goodwin D.G., 2004). Cantera merupakan sebuah kumpulan paket perintah-perintah pemrograman berbasis objek yang didistribusikan secara open source. Dibuat pertama kali oleh David Goodwin di Laboratorium Nasional Sundial Amerika Serikat dan masih banyak dikembangkan sampai saat ini. Mekanisme  pembakaran gas alam GRI-Mech 30 (Smith et al., 1999) digunakan pada artikel ini. Di mana pada mekanisme ini terdapat data reaksi kimia dan laju konstanta pada pembakaran gas alam. Mekanisme ini terdiri dari 325 reaksi dan 53 spesies yang didapat dari analisa eksperimental

Downloads

Published

2023-08-15

Issue

Section

Book Chapter 2023-Bagian 4: Inovasi Teknologi Terbarukan dan Efisiensi Energi